MEDAN – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai belum perlu dilakukan intervensi melalui penegakan hukum persaingan usaha atas fenomena kenaikan atau penurunan harga sejumlah komoditas utama di Indonesia di masa menjelang Natal dan Tahun Baru 2024.
Fluktuasi harga komoditas secara umum lebih disebabkan berbagai penyebab, seperti dampak el-nino mengakibatkan kegagalan panen dan turunnya produksi, kurangnya pasokan ke pasar.
Selain itu juga disebabkan berkurangnya luas tanam, ketidakmampuan pemenuhan pasokan ke pasar seiring meningkatnya permintaan, maupun larangan ekspor dari luar negeri dan realisasi impor yang tidak optimal.
Ketua KPPU RI Prof. M. Afif Hasbullah melalui Kepala BiroHubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat KPPU, Deswin Nur dalam siaran persnya, Minggu (24/12/23) menyampaikan beberapa kesimpulan seiring dengan proses pemantauan harga pangan dan bahan pokok jelang natal dan tahun baru (nataru).
Pemantauan dilakukan KPPU di berbagai wilayah, seperti Medan, Lampung, Bandung, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan Yogyakarta.
Sebagai informasi, KPPU aktif melakukan berbagai pengawasan atas harga komoditas strategis.
Hal itu dilakukan guna menjamin tidak adanya upaya pelaku usaha dalam memanfaatkan berbagai kegiatan atau perayaan tahunan sebagai ajang untuk melakukan kartel atau praktik
monopoli.
Menurutnya, sejak awal Desember 2023, KPPU melalui 7 Kantor Wilayahnya mulai memantau secara intensif pergerakan harga komoditas dan ketersediaan pasokannya, termasuk dengan melakukan pantauan lapangan di pasar atau sentra produksi.
Secara nasional, KPPU memantau harga pangan pokok pada komoditas beras premium, beras medium, kedelai, jagung pipil, bawang putih, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging sapi, ayam ras, telur ayam, gula pasir, minyak goreng curah, dan minyak
goreng kemasan pada konsumen.
Beberapa hasil pemantauan oleh KPPU disejumlah kawasan diantaranya pada kawasan Indonesia Timur.
Komoditas beras premium dengan HET Rp14.800 tercatat harga tertinggi di Papua sebesar Rp19.250 dan di Sulawesi Barat sebesar Rp13.833.
Sedangkan untuk komoditas beras medium, HET berada di angka Rp11.800 dengan harga tertinggi di Papua sebesar Rp16.667 dan terendah di Jawa Timur sebesar Rp11.931.
Untuk komoditas kedelai dengan HET sebesar Rp12.000, harga tertinggi yang dibeli konsumen Rp17.400 di Maluku.
Lain halnya dengan komoditas jagung pipil, HET berada di angka Rp5.000 dengan harga tertinggi di Papua
sebesar Rp14.917 dan terendah di Sulawesi Selatan sebesar
Rp5.929.
Pada komoditas bawang putih, HET yang ditentukan pemerintah adalah Rp32.000 dengan harga tertinggi di Papua sebesar Rp53.333.
Untuk komoditas bawang merah dikonsumen, HET ditentukan sebesar Rp41.500 dengan harga tertinggi di Papua sebesar Rp57.333.
Begitu juga Bangka Belitung, komoditas gula pasir, minyak goreng kemasan, ayam ras, bawang merah, bawang putih, dan kedelai mengalami kenaikan.
Sedangkan komoditas beras medium, telur ayam, cabai merah keriting, dan cabai merah rawit mengalami penurunan. Pada harga komoditas daging sapi tetap.
Kenaikan harga
Sementara di Jawa Barat, Banten, dan Jabodetabek, komoditas yang mengalami
kenaikan harga ada pada bawang merah, bawang putih, dan gula pasir.
Sedangkan beras medium, beras premium, ayam ras, telur ayam, dan cabai rawit merah mengalami penurunan harga serta komoditas minyak goreng curah dan daging sapi cenderung stabil.
Fluktuasi harga di DKI Jakarta yang mengalami kenaikan harga ada pada komoditas beras medium, gula pasir, minyak goreng curah, bawang merah, dan bawang putih
Sedangkan komoditas telur ayam dan cabai rawit merah mengalami penurunan.
Sementara itu Banten mencatat beras medium, beras premium, dan gula pasir mengalami
kenaikan harga sebesar 0,85-4,6%.
Pada telur ayam, bawang merah, dan bawang putih mengalami kenaikan harga antara 2,47% hingga 13,2%, sedangkan daging sapi stabil.
Dikawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta, komoditas yang mengalami kenaikan harga
meliputi beras medium dan premium, gula pasir, dan cabai merah keriting dan mewah
rawit.
Beras medium mengalami kenaikan di atas HET hingga 19,27% di Jawa Tengah,
dan hingga 26,61% di Yogyakarta.
Sementara itu untuk Gula pasir hingga 13,69% di atas HET untuk Jawa Tengah dan 15% di Yogyakarta.
Cabai merah keriting di Yogyakarta mengalami kenaikan hingga 44,45% dibandingkan HET.
Berbagai komoditas lain seperti minyak goreng, daging sapi, ayam, bawang merah dan bawah putih tercatat stabil dan cenderung turun.
Untuk wilayah Jawa Timur, NTT, dan NTB, secara agregat komoditas pangan di wilayah tersebut menunjukkan tren kenaikan khususnya pada komoditas beras premium sebesar 1,22%.
Kemudian gula pasir sebesar 2,39%, cabai keriting 6,43%, cabai biasa 5,96%, cabai rawit 3,41%, bawang merah sebesar 7,03%, bawang putih sebesar 3,27%.
Sejalan dengan prioritas lembaga, KPPU akan terus melanjutkan pengawasannya
atas harga berbagai komoditas pangan tersebut.
“Khususnya yang miliki karakter pasar oligopolistik seperti daging sapi, daging ayam, minyak goreng, bawang putih, dan lainnya, guna menentukan perlu tidaknya dilakukan penanganan melalui upaya penegakan hukum atas fenomena yang ada,” sebutnya.
Untuk itu KPPU mendesak agar pemerintah melakukan langkah-langkah stabilisasi harga karena itu menjadi syarat penting menciptakan stabilitas politik di saat suhu politik memanas menjelang Pemilu 2024.(swisma)