MEDAN – Pengusaha Mujianto tidak terlibat dalam perkara dugaan kredit macet BTN senilai Rp39,5 Miliar, yang melibatkan Canakya Suman serta oknum pejabat BTN dan oknum Notaris Elviera.
Sebabnya, perkara itu bermula dari adanya kesalahan prosedur dan perizinan dengan debitur, dalam hal ini Canakya Suman selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) hingga terjadi kredit macet.
Hal itu dibeberkan Suripno Sarpan SH, Penasehat Hukum Mujianto dalam nota keberatan (Eksepsi) dalam sidang perkara yang digelar di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (10/08/22).
Di hadapan Ketua Majelis Hakim Immanuel Tarigan SH dan Penuntut Tipikor Kejatisu, M Isnayanda SH, Suripno Sarpan SH pun meminta agar majelis hakim membebaskan kliennya dari dakwaan Penuntut Umum Tipikor Kejatisu.
Melalui eksepsinya, Suripno mengatakan kesalahan prosedur itu tidak ada kaitan dengan Mujianto, termasuk perjanjian dengan pihak BTN.
Dalam hal ini memang ada perjanjian jualbeli tanah antara Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR) dengan Canakya Suman selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA), jauh sebelum ada perikatan Canakya dengan pihak BTN.
Pembayaran tanah seluas 16.306 M2 dilakukan secara kredit melalui Bank Sumut dengan total Rp35 Miliar, dimana untuk menyakinkan memakai nama Mujianto. Bank Sumut kemudian setuju mengucurkan pinjaman dimana yang menerima Canakya, begitu juga pelunasan berdasarkan perjanjian jualbeli.
Dikatakannya, sekitar 25 Juli 2012 itu sudah selesai dibayarkan oleh Canakya kepada Bank Sumut Cabang Tembung.
Bahkan setelah pelunasan, seluruh agunan atas nama Mujianto diambil oleh Canakya tanpa kehadiran atau persetujuan dari Mujianto, dimana hal ini sudah perjanjian sebelumnya.
“Ketika perjanjian pada 3 Maret 2014, sangat jelas bahwa itu perikatan antara Canakya dengan pihak BTN. Tidak ada lagi kewenangan dari Mujianto, dimana pembelian tanah itu telah selesai atau lunas dibayarkan Canakya,” kata Suripno.
Setelah membacakan eksepsi, Suripno langsung mengajukan permohonan penangguhan tahanan kepada kliennya Mujianto.
Menanggapi itu, Ketua Majelis Hakim Immanuel Tarigan meminta agar melengkapi permohonan seperti halnya dengan Elviera. Dimana salah satu pertimbangan adanya jaminan dari asosiasi notaris, keluarga dan pengacara.
“Dan selain itu ada jaminan uang, dimana urusan langsung ke panitera Tipikor bukan kepada majelis hakimnya,” ucapnya.
Seusai persidangan Suripno menyatakan bahwa kliennya sama sekali tidak terlibat, bahkan tidak tahu soal adanya TPPU, juga tidak masuk akal dimana seharusnya yang didahulukan adalah Canakya.
“Karena kita lihat tidak ada kaitannya, sehingga kita memohon ketegasan dan kejelian dari majelis hakim,” ujarnya.
Menilik pernyataan kuasa hukumnya ini, tampaknya Mujianto justru jadi korban dalam perkara kredit macet PT KAYA. (Red)